TIMIKA | Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua menilai 13 aktivis (satu diantaranya telah meninggal dunia) Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Merauke adalah korban kriminalisasi pasal makar oleh penegak hukum setempat.
“Polres Merauke, Kejari Merauke dan PN Merauke hentikan drama kriminalisasi pasal makar terhadap 12 aktivis KNPB Merauke menggunakan sistem peradilan pidana (SPP),” kata Emanuel Gobay, Kordinator Litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua kepada *Seputarpapua,* Senin (5/4/2021).
Koalisi HAM Papua berpendapat, 12 aktivis KNPB dibebaskan menjadi tahanan kota lantaran penegak hukum tidak punya cukup bukti dan tidak mampu melengkapi berkas perkara. Tidak mudah, menurutnya, hanya dengan dalih ‘hadiah Paskah’ dan berkelakuan baik lalu mereka dibebaskan.
“Kepala Kejari Merauke juga tidak pernah menyatakan ke publik terkait perihal P18 atau pun P19 atas berkas perkara 13 aktivis KNPB sampai dengan pengalihan status tahanan pada tanggal 2 April 2021,” kata Gobay.
Gobay menerangkan, 13 orang aktivis KNPB Merauke ditahan selama 111 hari, terhitung sejak 13 Desember 2020 hingga dialihkan status tahanannya menjadi tahanan kota pada 2 April 2021.
“Artinya, tinggal 9 hari penyidik Polres Merauke tidak memiliki kewenangan menahan 13 orang aktivis KNPB Merauke, sebab telah melewati 120 hari sesuai ketentuan penahanan dalam UU Nomor 8 Tahun 1981,” katanya.
Di samping itu, proses penangkapan 13 aktivis KNPB disebut dilakukan dengan pendekatan kekerasan. Mereka banyak mengalami luka-luka. Ketika dalam penahanan, Kristian Yandum menderita sakit dan akhirnya meninggal dunia di rumah sakit dengan status sebagai tersangka.
“Atas kasus penyiksaan yang dialami Kristian Yandum telah diadukan ke Komnas HAM Perwakilan Papua dan tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Pengaduan Nomor: 009/STTP-HAM/II/2021 tertanggal 17 Februari 2021,” kata Gobay.
Terhadap kasus tersebut, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua meminta Kapolda Papua segera perintahkan Kapolres Merauke Cq Kasat Reskrim Polres Merauke untuk menerbitkan SP3 atas kasus 13 orang aktivis KNPB Merauke sesuai perintah pasal 109 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 1981.
Kemudian, Direktur Irwasda Polda Papua segera memeriksa Kapolres Merauke dan Kasat Reskrim Polres Merauke yang tidak mampu menjalankan ketentuan pasal 110 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1981, selanjutnya mendorong pengalihan status tahanan menjadi tahanan kota.
“Dengan dalih hadiah paskah, ini hanya untuk menghindari jatuh tempo 120 hari yang tinggal 9 hari untuk memberlakukan ketentuan bebas demi hukum kepada 13 Aktivis KNPB Merauke sesuai ketentuan pasal 29 ayat (6) UU Nomor 8 Tahun 1981,” sebut Gobay.
Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua juga diminta segera tindaklanjuti pengaduan kasus penyiksaan yang dialami Kristian Yandum sebagaimana tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Pengaduan Nomor : 009/STTP-HAM/II/2021 tertanggal 17 Februari 2021.
Terakhir, institusi Kepolisian Resort Merauke, Kejaksaan Negeri Merauke dan Pengadilan Negeri Merauke diminta menghentikan drama kriminalisasi pasal makar terhadap 13 Aktivis KNPB Merauke mengunakan sistim peradilan pidana.
Kapolres Merauke Untung Sangaji dalam keterangan pers di Mapolres Merauke, Jumat (2/4/2021), menyebut para tersangka kasus makar tersebut dialihkan menjadi tahanan kota atas perilaku baik selama penahanan, sekaligus sebagai hadiah Paskah bagi mereka.
“Kita bebaskan setelah kita melihat bahwa selama mereka ditahan berkelakuan baik. Ini juga hadiah Paskah,” katanya didampingi Dandim 1707/Merauke Letkol Czi Moh. Rois, sebagaimana dilansir _*ceposonline.com*_.
Reporter: Sevianto Pakiding
Editor: Aditra
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Register2 atau Login2 untuk berkomentar.