JAYAPURA | Perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2021 di Papua bukan saja ajang unjuk kemampuan atlet-atlet muda berprestasi.
Sebaliknya, ajang PON acap dijadikan laga perpisahan para atlet senior sebelum menyatakan pensiun atau gantung karier sebagai olahragawan. Keinginan ini telah dipendam I Gusti Made Oka Sulaksana, atlet cabang selancar angin dan layar.
Ia lebih tenar sebagai Oka Sulaksana. Dia bukanlah atlet sembarangan. Lahir dan besar di Banjar Semawang, Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Bali, pada 29 April 1971, Oka Sulaksana itu sudah tampil pada Olimpiade 1996 di Atlanta, Olimpiade 2000 Sydney, dan Olimpiade 2004 Athena.
Oka juga tercatat sebagai peraih dua medali emas Asian Games 1998 di Bangkok dan Asian Games 2002 Busan serta Asian Beach Games 2008. Oka juga mengoleksi perak Asian Games 2010 Guangzhou dan perunggu Asian Games 2006 Doha. Di ajang regional, ia langganan medali pada 11 kali SEA Games sejak 1989 hingga 2015.
Peselancar berciri khas kepala plontos itu sudah berlomba pada sembilan kali ajang PON ketika memulainya dari PON 1989. Baru pada PON 1993 ia menyabet emas dan sejak itu tanpa henti ia mendulang emas bagi kontingen Bali dari nomor favoritnya, Mistral dan RSX. Di PON Papua, Oka memutuskan untuk menutup seluruh karier gemilang yang sudah ia layari selama lebih dari 30 tahun sebagai atlet. Oka menyudahi karirnya dengan sekeping emas cabang layar nomor RSX putra di Pantai Hamadi, Kota Jayapura, Rabu (6/10/2021).
“Sudah saatnya saya memberi kesempatan kepada atlet-atlet muda untuk tampil. Astungkara atas semua dukungan masyarakat selama ini kepada saya,” kata Oka seperti dikutip dari situs resmi PB PON Papua.
Alasan senada ikut disampaikan Ratu Wushu Indonesia, Juwita Niza Wasni usai memastikan sekeping emas nomor Nan Quan + Nan Dao bagi kontingen Sumatra Utara, Sabtu (2/10/2021).
“Saya bersyukur sekali bisa mengakhiri karier dan merebut emas pada penampilan terakhir sebagai atlet di PON Papua,” kata Juwita. Ia pensiun untuk memberi jalan bagi para atlet junior mencetak prestasi melebihi dirinya.
Seperti juga Oka Sulaksana, Juwita punya segudang prestasi tingkat internasional. Ia rutin menyumbang medali bagi Indonesia pada tiga perhelatan SEA Games (Myanmar 2013, Singapura 2015, dan Malaysia 2017). Juwita yang telah 14 tahun menjadi atlet wushu pernah menyumbangkan emas pada Asian Games 2014 di Incheon.
Antara Melatih dan Pekerjaan
Juwita yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) pada Pemerintah Provinsi Sumut ini melengkapi karier sebagai atlet dengan titel juara dunia wushu pada Kejuaraan Dunia 2015. “Saya ingin fokus berkarier sebagai pelatih dan ASN,” katanya.
Fokus pada pekerjaan pun menjadi alasan utama FX Donny Trisnadi untuk mundur dari arena bisbol. Pitcher senior andalan nasional Indonesia ini menutup karier dengan torehan emas bagi tim bisbol DKI Jakarta setelah di final mengalahkan Lampung 5-2. Laga digelar di Lapangan Bosbol Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Silas Papare, Kota Sentani, Kabupaten Jayapura, Minggu (3/10/2021).
Lulusan Ohio State University, Amerika Serikat ini adalah kapten tim bisbol DKI dan laga Minggu (3/10/2021) merupakan penampilan terakhirnya sebagai pemain. Sebagai karyawan pada salah satu perbankan asing di Jakarta, atlet kelahiran 5 September 1981 ini tak kuasa menahan derasnya pekerjaan dan semakin menyita waktu berlatihnya.
Donny yang dikenal dengan lemparan kerasnya turut membawa tim Indonesia merebut perak SEA Games 2011. Ia telah akrab dengan bisbol sejak usia delapan tahun dan saat ini masih menyempatkan diri melatih Jakarta Cheetahs Baseball Club. Donny ingin mencetak atlet bisbol berkualitas yang mengerti teknik dasar permainan yang benar dan berkarakter kuat.
Niat menjadi pelatih pun diungkapkan Deni, atlet angkat besi yang membela Bengkulu. Prestasi lifter yang pernah turun pada Olimpiade 2020 di Tokyo ini memang tidak semoncer Oka, Juwita, dan Donny Trisnadi.
Deni hanya memetik perunggu dari kelas 67 kilogram putra angkat besi PON Papua pada laga final yang digelar di Auditorium Universitas Cenderawasih, Kabupaten Jayapura, Jumat (8/10/2021). Ia kalah dalam total angkatan dari peraih perak Olimpiade 2020, Eko Yuli Irawan.
Sejak beberapa waktu lalu, Deni telah mempersiapkan sebuah pusat latihan angkat besi di kediamannya di Bogor. “Supaya angkat besi bisa sama derajatnya dengan bulu tangkis dan sepak bola,” katanya.
Cedera Otot
Cedera menjadi ancaman bagi setiap atlet karena akan mengganggu penampilan di setiap lomba. Itu pula yang dikeluhkan lifter Deni. Cedera otot kaki kanan sudah mendera Deni sejak lama. Hal itu menjadi salah satu alasan dirinya untuk gantung barbel.
Ia kerap merasa kesakitan di bagian otot kaki dan menjalar hingga ke tulang sendi. Deni mengaku, jika kambuh, cederanya itu rasanya seperti tersengat aliran listrik. Juwita pun pensiun dalam kondisi serupa seperti Deni, belum pulih benar dari cedera. Atlet kelahiran Medan, 16 Agustus 1996 ini bahkan sempat menjalani operasi di Australia pada 2019.
Ketika tampil di arena pertandingan PON Papua, baik Deni maupun Juwita harus berjuang habis-habisan mengalahkan rasa sakit demi merebut sekeping medali. Deni bahkan sempat terkapar di atas lantai angkat besi usai menyelesaikan angkatan akibat tak kuat menahan sakit di kaki.
Hal serupa juga terjadi pada Juwita. Ia mengaku belum kuat melakukan lompatan karena menahan sakit pascaoperasi.
“Sesungguhnya saya masih merasakan sakit pascoperasi di Australia pada 2019. Bahkan dua bulan sebelum ini saya masih belum kuat melakukan lompatan. Karena ini memang penampilan terakhir, saya tepikan semua rasa sakit. Saya habis-habisan dan ingin memberi yang terbaik,” kata Juwita usai berlaga di GOR Hiad Sai Trikora, Kabupaten Merauke seperti dikutip dari Antara.
Atlet binaraga senior Indonesia, Yana Komara turut menjadikan PON Papua sebagai penampilan terakhirnya di perhelatan olahraga mutlicabang nasional empat tahunan. Seperti juga Oka Sulaksana, faktor usia turut mempengaruhi niat pensiun Yana. Apalagi tepat 27 Juni 2022 nanti Yana genap berusia separuh abad.
Ketika berlomba di Auditorium Univesitas Cenderawasih, Selasa (4/10/2021), ia sempat merebut perunggu. Belakangan akibat wasit melakukan kecurangan, Yana dan kontingen Jatim yang dibelanya mengembalikan medali sebagai bentuk protes. Yana merupakan langganan emas sejak PON 1996 di Jakarta, PON 2000, 2004, 2012, dan PON 2016 di Jabar. Ia juga peraih perak SEA Games 2013 dan 2017.
Atlet dayung asal Riau, Maizir Riyondra juga mengikuti jejak rekan-rekannya, menjadikan PON Papua sebagai penampilan terakhir. Bedanya, Maizir masih ingin berlaga di lomba tingkat internasional membawa nama Indonesia. Penyumbang dua emas bagi Riau di PON Papua ini mengincar untuk tampil di SEA Games 2022 Vietnam dan Asian Games 2022 Beijing.
Mereka boleh mundur dan gantung karier selepas PON ke-20 ini. Namun, latihan keras, disiplin tinggi dan tekad pantang menyerah untuk mencetak hasil terbaik merupakan perilaku yang wajib dicontoh oleh atlet-atlet muda. Apalagi Indonesia pernah menaruh beban dan harapan besar di pundak Oka, Juwita, Donny, Deni, Yana, dan Maizir. Bersyukur mereka sukses melaluinya lewat torehan medali yang membanggakan. Torang Bisa!
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Register2 atau Login2 untuk berkomentar.